Fasilitas Mangkrak dan Sampah Menumpuk di Batu Karas, Wisatawan Merasa Tertipu Proyek Wisata Miliaran Rupiah
Pangandaran, global aktual – Harapan tinggi terhadap kawasan rekreasi baru di Batu Karas, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, berbalik menjadi kekecewaan mendalam. Fasilitas megah yang dibangun menggunakan dana APBD justru terkesan terbengkalai dan tidak dikelola dengan baik. Salah satu yang paling disorot adalah loker room (ruang penyimpanan barang) yang sudah selesai dibangun, tetapi tak kunjung difungsikan. Di saat yang sama, sampah berserakan di berbagai sudut kawasan wisata, memicu keluhan pengunjung dan warga sekitar.
Proyek ini sejatinya digagas sebagai bagian dari upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing pariwisata Pangandaran, terutama di kawasan selatan seperti Batu Karas yang dikenal dengan pantainya yang eksotik. Namun, kenyataan di lapangan justru bertolak belakang dengan tujuan pembangunan tersebut.
“Saya kira bisa digunakan buat simpan tas atau barang saat berenang. Tapi nyatanya dikunci. Padahal saya bawa anak-anak, jadi agak repot harus bawa semua barang ke pantai,” ujar Rik Rik (29), wisatawan asal Bandung, saat ditemui di lokasi pada Minggu (27/7/2025).
Hal senada diungkapkan Arif (36), wisatawan dari Tasikmalaya. Ia menyebut pembangunan fasilitas wisata seperti hanya sekadar proyek fisik tanpa perencanaan pengelolaan yang matang.
“Sayang banget. Bangunannya udah bagus, tapi dibiarkan kosong. Ini seperti proyek selesai hanya untuk formalitas, tapi gak dipikirin siapa yang tanggung jawab setelahnya,” ujarnya.
Lebih dari sekadar loker room yang mangkrak, kawasan rekreasi ini juga menghadapi masalah serius soal kebersihan lingkungan. Sampah-sampah plastik, botol minuman, dan sisa makanan terlihat menumpuk di area parkir hingga jalur menuju pantai. Bahkan, nyaris tak terlihat tempat sampah memadai maupun petugas kebersihan yang rutin bekerja di area tersebut.
“Kalau pagi biasanya bersih, tapi begitu siang ke sore, mulai terlihat tumpukan sampah di banyak titik. Ini bisa jadi masalah serius kalau dibiarkan terus,” kata Rudi, warga setempat yang juga mengelola warung di sekitar lokasi.
Menurut Rudi, fasilitas tersebut sudah selesai dibangun sekitar dua bulan lalu. Namun hingga kini, tidak ada kejelasan siapa pihak yang akan mengelola dan merawatnya, termasuk soal tanggung jawab kebersihan.
“Beberapa kali warga sudah mengusulkan agar ada sistem pengelolaan berbasis lokal. Tapi belum juga ada respons dari pemerintah desa maupun dinas pariwisata,” tambahnya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik soal komitmen dan kesiapan pemerintah daerah dalam mengelola aset wisata yang dibangun dari uang rakyat. Warga sekitar berharap pemerintah tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tapi juga menyusun sistem operasional dan tanggung jawab pengelolaan sejak awal.
“Ini menyangkut citra wisata Pangandaran secara umum. Wisatawan kecewa bukan cuma ke tempatnya, tapi juga ke sistem pengelolaannya. Harusnya sejak awal sudah ada konsep pemanfaatan dan siapa yang bertanggung jawab menjalankannya,” tegas Rudi.
Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran belum memberikan keterangan resmi terkait mangkraknya fasilitas dan buruknya kondisi kebersihan di kawasan Batu Karas. Tak sedikit yang menilai diamnya pemerintah daerah sebagai bentuk abainya tanggung jawab publik.
Sementara itu, wisatawan dan masyarakat mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan destinasi wisata di Kabupaten Pangandaran. Mereka berharap, kawasan Batu Karas yang memiliki potensi besar tidak dibiarkan menjadi “monumen proyek gagal” di tengah lesunya sektor pariwisata pascapandemi. (Hrs)