Modus Iuran Forum Kades: OTT Bongkar Dugaan Korupsi Dana Desa di Lahat
LAHAT, global aktual – Dugaan korupsi Dana Desa (DD) kembali mencuat setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan pada Kamis (24/7/2025) lalu di Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat. Dari operasi itu, dua orang kepala desa (kades) ditetapkan sebagai tersangka, sementara belasan lainnya masih berstatus saksi.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Adhryansah, menyampaikan bahwa tersangka N dan JS masing-masing menjabat sebagai Ketua dan Bendahara Forum Kades Kecamatan Pagar Gunung. Keduanya diduga kuat telah memungut uang dari para kades di wilayah tersebut dengan dalih kebutuhan forum untuk kegiatan sosial dan silaturahmi dengan instansi pemerintah.
“Para kades diminta iuran sebesar Rp 7 juta per tahun. Pada tahap awal saja, sudah terkumpul Rp 3 juta per kades, yang diambil dari Dana Desa masing-masing,” ujar Adhryansah dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).
Dalam OTT tersebut, tim penyidik berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 65 juta, sejumlah dokumen, serta ponsel milik beberapa kepala desa.
Tersangka N dan JS kini ditahan di Rutan Kelas I Palembang selama 20 hari terhitung sejak 25 Juli hingga 13 Agustus 2025. Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 18 dan/atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adhryansah menekankan bahwa perkara ini tidak hanya soal nilai kerugian, tetapi soal penyalahgunaan Dana Desa yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Ini bukan soal besar kecilnya kerugian, tapi soal moral dan integritas. Dana desa yang seharusnya untuk rakyat malah diselewengkan,” tegasnya.
Dari hasil pantauan, modus serupa juga diduga terjadi di sejumlah daerah lain di Indonesia. Salah satunya di Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, yang berjarak sekitar 160 km dari Kabupaten Lahat.
Praktik pungutan berkedok iuran forum atau kegiatan sosial disebut telah menjadi budaya terselubung, bahkan berkembang menjadi praktik korupsi berjemaah. Para kepala desa yang baru menjabat cenderung ragu di tahun pertama, namun seiring berjalannya waktu dan kelancaran pelaporan keuangan, jumlah pungutan kerap meningkat.
Salah satu kepala desa di Bengkulu Selatan menyebut, “Kalau bisa sisihkan seribu rupiah untuk iuran sosial, kenapa tidak ambil satu juta sekalian? Rp 999 ribu buat kita,” katanya menyindir praktik pungutan itu.
Praktik pencurian dana desa dilakukan dengan berbagai modus, seperti mark-up anggaran, pemotongan honorarium/insetif, hingga pengadaan fiktif. Bahkan beberapa kegiatan diduga “dikondisikan” agar kepala desa seolah wajib berpartisipasi, padahal tak sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).
Pihak “tertentu” yang diduga sebagai atasan para kepala desa juga disebut memiliki alat paksa tersendiri dan bertindak sebagai pelaku utama atau perpanjangan tangan pihak ketiga.
Untuk mencegah hal serupa terulang, Kejati Sumsel menyatakan akan melakukan pendampingan bagi seluruh kepala desa melalui bidang Intelijen dan Datun dalam pengelolaan Dana Desa.
Upaya pendalaman informasi dan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait masih terus dilakukan. Adhryansah menegaskan bahwa lembaganya berkomitmen menciptakan tata kelola keuangan desa yang transparan dan bebas dari korupsi. (Rie)