Aktual

Proyek Jembatan Sodong Kopo dengan Anggaran Rp72 Miliar Disorot: Dugaan Kelalaian Sistemik dan Kongkalikong Libatkan DBM Jabar

Pangandaran, global aktual – Proyek pembangunan Jembatan Sodong Kopo opo yang lokasi tepatnya di Desa Kondangjajar dan Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran,

Proyek dengan anggaran jumbo sebesar Rp72.087.669.463,11 dari APBD Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2023, yang dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat, dinilai bermasalah sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan di lapangan.

Proyek yang dibangun pada masa kepemimpinan Gubernur Ridwan Kamil ini dikerjakan oleh PT. Dewanto Cipta Pratama dengan masa pelaksanaan selama 240 hari kalender, terhitung mulai 28 April 2023 hingga 23 Desember 2023. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kualitas proyek justru jauh dari standar, bahkan membahayakan keselamatan publik.

Masalah serius pertama kali diungkap oleh Yusuf Supriadi, Tenaga Ahli bidang jalan dan jembatan dari Dinas PUTRPRKP Pangandaran yang ditugaskan mengawasi proyek tersebut. Ia mengungkapkan adanya pelanggaran teknis fatal pada bagian abutment 1 yang mengarah ke Bandara Nusawiru.

“Penulangan putting pada bagian bawah di atas tiang pancang tidak memakai besi. Ini kesalahan serius. Tanpa besi penulangan, daya dukung pondasi terhadap beban berat sangat lemah. Jembatan bisa amblas saat dilalui kendaraan berat secara terus menerus,” ujar Yusuf saat dikonfirmasi, Jumat (25/7/2025).

Berbeda dengan pengerjaan abutment dari arah Batukaras yang disebut sudah sesuai standar, bagian lain dari struktur jembatan dinilai sangat mengkhawatirkan.

Ironisnya, dugaan kekeliruan fatal ini sudah dilaporkan sejak proyek masih berjalan. Yusuf mengaku telah mengirim surat resmi kepada pihak pelaksana, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bahkan tembusan langsung kepada Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat. Namun, tidak ada satu pun laporan yang ditindaklanjuti.

“Ini persoalan vital menyangkut keselamatan masyarakat. Tapi laporan kami dianggap angin lalu. Ini bentuk pembiaran yang tidak bisa diterima,” tegasnya.

Masalah pada proyek ini bukan kali pertama mencuat. Sebelumnya, proyek Sodongkopo juga masuk dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), memperkuat dugaan bahwa masalah yang terjadi bukan semata kelalaian teknis, tetapi berakar dari sistem yang cacat dan diduga telah disiasati sejak awal.

Kemarahan publik pun mulai memuncak. Sejumlah elemen masyarakat sipil, termasuk aktivis dan LSM, menyuarakan tuntutan agar Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat ikut bertanggung jawab atas dugaan kelalaian dan pembiaran ini.

Aktivis muda Jawa Barat, Agus Satria, mencurigai adanya praktik kolusi antara pelaksana proyek dengan dinas terkait.

“Kami curiga ada kongkalikong antara pelaksana proyek dengan dinas. Ini proyek anggaran negara, bukan proyek main-main. Harus ada penegakan hukum, jangan dibiarkan!” tegasnya.

Agus juga mengancam akan menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut pertanggungjawaban dari Dinas Bina Marga Provinsi.

Ketua Umum LSM Baladhika Adhiyaksa Nusantara (BAN), Yunan Buwana, S.E., meminta Kejaksaan Tinggi Jawa Barat agar segera mengusut tuntas proyek ini. Ia menekankan pentingnya memeriksa semua pihak terkait, termasuk PPK, pengawas proyek, dan Kepala Dinas.

“Kalau proyek ini sudah melalui PHO dan FHO, lalu tetap dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk untuk proyek-proyek infrastruktur lainnya,” ujar Yunan di kantornya di Jl. Pelajar Pejuang, Kota Bandung.

Ketika uang rakyat sebesar Rp72 miliar digelontorkan untuk proyek infrastruktur strategis, publik berhak mendapatkan hasil yang berkualitas, aman, dan akuntabel. Tidak bisa diterima jika proyek sebesar ini dibangun secara serampangan dan membahayakan keselamatan masyarakat.

Jika benar laporan teknis diabaikan begitu saja, maka pertanggungjawaban tidak bisa hanya dijatuhkan pada kontraktor. Dinas Bina Marga Provinsi sebagai pemegang otoritas penuh harus ikut diseret ke meja hukum.

Media yang mengangkat kasus ini, menyatakan masih berupaya mendapatkan klarifikasi resmi dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat dan pihak-pihak terkait. Sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik, media membuka hak jawab seluas-luasnya bagi semua pihak yang disebutkan.

Namun, satu hal yang pasti: publik tidak boleh dibiarkan menjadi korban dari sistem pengawasan yang lemah dan dugaan korupsi yang terstruktur.   (Tim – Red)

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Enjoy this blog? Please spread the word :)