Dugaan Korupsi Chromebook Rp 1,98 Triliun, Kejari Bima Telusuri Jejak hingga Daerah
BIMA, global aktual — Dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mulai merambah ke daerah. Selasa (12/8/2025), Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima memeriksa Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Dikbudpora) Kabupaten Bima, H. Zunaidin, bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut Surat Perintah (Sprint) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung yang sedang mengusut dugaan korupsi pengadaan Chromebook untuk sekolah dasar dan menengah di berbagai wilayah Indonesia.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Dikbudpora Kabupaten Bima, Khusnul, membenarkan para pejabat tersebut diperiksa penyidik Kejari Bima. Mereka diminta memberikan keterangan dan menyerahkan dokumen penting yang berkaitan dengan proyek pengadaan.
“Benar, Pak Kadis, PPK, dan PPTK sedang diperiksa penyidik Kejari. Kami juga membawa dokumen pengadaan Chromebook 2021–2022,” ujar Khusnul.
Berdasarkan data, pada 2021 Kabupaten Bima memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik pendidikan untuk pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta media pendidikan dengan nilai lebih dari Rp 7,8 miliar. Anggaran ini digunakan untuk pengadaan di 25 SD, 28 SD lainnya, dan 3 SMP.
Sementara pada 2022, DAK serupa digunakan untuk pengadaan di 41 SD dan 47 SD lainnya, dengan total pagu lebih dari Rp 7,2 miliar. Proses pengadaan dilakukan melalui e-katalog sesuai petunjuk operasional DAK. Barang dikirim oleh penyedia ke Dinas Dikbudpora untuk diperiksa sebelum disalurkan ke sekolah penerima.
Kasus ini berawal dari temuan Kejagung RI di tingkat pusat. Pada pertengahan 2025, penyidik menetapkan empat tersangka terkait pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan memaksakan spesifikasi produk Chrome OS yang tidak sesuai kebutuhan sekolah, khususnya di daerah tertinggal. Akibatnya, tujuan pengadaan TIK untuk menunjang pembelajaran tidak tercapai.
Kerugian keuangan negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp 1,98 triliun, menjadikannya salah satu skandal pengadaan barang terbesar di sektor pendidikan dalam lima tahun terakhir.
Kejari Bima kini menelusuri apakah pengadaan di wilayahnya terkait dengan praktik korupsi yang diusut di pusat. Fokus penyelidikan mencakup:
Keabsahan dokumen pengadaan tahun 2021–2022.
Kesesuaian spesifikasi barang dengan kontrak dan petunjuk teknis DAK.
Proses distribusi dari penyedia hingga sekolah penerima.
Kemungkinan mark-up harga atau pengadaan fiktif.
Jika ditemukan bukti keterlibatan pejabat daerah dalam kasus ini, maka perkara di Kabupaten Bima dapat berkembang menjadi cabang dari kasus besar yang tengah ditangani Kejagung RI. Tidak tertutup kemungkinan status saksi dapat dinaikkan menjadi tersangka jika ada cukup bukti hukum.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut dana pendidikan yang seharusnya dimanfaatkan untuk menunjang kualitas pembelajaran, namun justru diduga dikorupsi. (Hsn)