Wartawan Dihalangi Liput Proyek Revitalisasi RA Al Kausar, PPWI Pangandaran Kecam Keras
Pangandaran, global aktual – Proyek revitalisasi RA Al Kausar yang berlokasi di Jalan Raya Parigi, Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran, kembali menjadi sorotan. Kali ini bukan soal progres pembangunan, melainkan dugaan praktik menghalang-halangi kerja jurnalistik yang dilakukan oleh pihak pelaksana proyek.
Insiden terjadi pada Rabu (20/8/2025) ketika sejumlah wartawan yang tergabung dalam Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) tengah melakukan peliputan di lokasi. Bukannya mendapat akses informasi, para wartawan justru dihadang oleh seorang oknum pelaksana proyek dari PT Nenci Citra Pratama yang melarang mereka mendokumentasikan kegiatan pembangunan. Alasannya, wartawan harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemilik perusahaan.
Sikap ini dinilai sebagai bentuk arogansi sekaligus tindakan melawan hukum. Seorang jurnalis yang berada di lokasi menegaskan, larangan tersebut termasuk pelanggaran serius sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Larangan itu bisa dikategorikan sebagai tindak pidana menghalang-halangi kerja jurnalistik. Pasal 18 ayat (1) jelas menyebutkan, siapa pun yang secara melawan hukum menghambat kerja pers bisa dipidana penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta,” ujarnya.
Ketua PPWI Kabupaten Pangandaran, Nana Sumarna, mengecam keras kejadian ini. Ia menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam dan siap membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi pelanggaran hukum yang serius. Kami pastikan kasus ini akan kami kawal. Kebebasan pers adalah hak konstitusional yang tidak boleh ditawar, apalagi ditindas,” tegas Nana.
Nana juga mengingatkan bahwa proyek revitalisasi RA Al Kausar menggunakan dana negara, sehingga wajib terbuka terhadap pengawasan publik. Menurutnya, pelarangan peliputan justru menimbulkan kecurigaan adanya sesuatu yang ditutup-tutupi.
“Jika tidak ada yang disembunyikan, kenapa wartawan harus dihalangi? Publik berhak tahu bagaimana uang negara dipakai,” tambahnya.
Pasca-insiden, solidaritas dari kalangan jurnalis dan organisasi pers di Pangandaran semakin menguat. Mereka menilai kasus ini bukan hanya soal profesi wartawan yang dilecehkan, melainkan juga hak publik untuk memperoleh informasi yang transparan terkait penggunaan anggaran negara. (Hrs)