Utama

IHGMA Pangandaran Soroti Ketidaksinkronan Retribusi dan Okupansi Hotel, Proyeksi Nataru Masih Tidak Stabil

Pangandaran, global aktual – Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Pangandaran, Aby Kuswanto, menyoroti ketidaksejajaran antara penerimaan retribusi wisata dengan tingkat okupansi hotel yang terjadi sepanjang 2025. Hal tersebut diungkapkan dalam diskusi bersama para pelaku industri perhotelan beberapa waktu lalu, dan disampaikan kepada Media pada Selasa (09/12/2025) di The Arnawa Hotel Pangandaran.

Menurut Aby, data retribusi yang masuk ke Pantai Barat tidak dapat dijadikan ukuran kondisi okupansi hotel. Pasalnya, tamu yang membayar retribusi tidak seluruhnya merupakan wisatawan yang menginap.

“Tamu itu ada tiga kategori. Pertama tamu hotel menengah ke atas, kedua tamu hotel menengah ke bawah, dan ketiga wisatawan yang datang subuh dan pulang magrib tanpa menginap,” jelasnya. “Tiga-tiganya mungkin saja membayar retribusi, tetapi tidak semuanya masuk ke dalam kontribusi pajak hotel dan restoran daerah,” tambahnya.

Aby menekankan bahwa hanya segmen tamu hotel menengah ke atas yang relatif konsisten menyumbang pajak. Sementara wisatawan harian dan tamu hotel kelas bawah memiliki peluang kecil menjadi penyumbang pendapatan resmi bagi pemerintah daerah.

IHGMA Pangandaran juga mencatat penurunan okupansi hotel sepanjang 2025. Rata-rata penurunan berada di kisaran 10–15 persen, meski angka pastinya bervariasi antarhotel.

“Hasil diskusi dengan rekan-rekan hotel, ada yang turun 5 persen, ada yang 10 persen, dan ada juga yang 15 persen. Secara rata-rata penurunan potensi okupansi berada di kisaran 10 sampai 15 persen pada 2025,” ungkap Aby.

Untuk libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), Abi mengakui bahwa potensi okupansi tahun baru terlihat pada beberapa tanggal saja, yaitu 27 Desember dan sekitar tanggal 24.
Namun cuaca ekstrem, banjir, dan faktor bencana alam menjadi pertimbangan serius.

“Kondisinya masih galau karena faktor cuaca. Hujan, banjir, dan kondisi di sejumlah daerah lain ikut memengaruhi minat kunjungan,” ujarnya.

Aby juga menjelaskan bahwa Pangandaran masih sangat bergantung pada wisatawan dari Bandung, Bekasi, dan Jakarta. Jika daerah-daerah tersebut terdampak bencana atau gangguan mobilitas, dipastikan Pangandaran mengalami penurunan kunjungan.

“Pasar kita masih 40–50 persen berasal dari sana. Sisanya dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan wisatawan mancanegara,” katanya.

Melihat tren penurunan sektor pariwisata, Aby mendorong adanya gebrakan kolaboratif pada 2026. Ia menegaskan bahwa pariwisata bukan hanya urusan satu sektor, melainkan tanggung jawab bersama.

“Kalau pariwisata Pangandaran turun, ekonomi masyarakat pasti terbawa turun. Ini harus jadi PR bersama, bukan cuma pemerintah atau pelaku wisata,” tegasnya.

Ia berharap pemerintah daerah dapat memperkuat strategi promosi, sementara pelaku usaha memperbaiki pelayanan dan daya tarik wisata.

“Kita tidak boleh lagi sibuk membahas siapa yang harus mulai dulu, pemerintah atau masyarakat. Yang penting adalah membangun kolaborasi nyata dan terstruktur agar pariwisata Pangandaran tetap bertahan,” pungkas Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Pangandaran, Aby Kuswanto. (Hrs)

Please follow and like us:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Enjoy this blog? Please spread the word :)