Aktual

Polemik BBL dan KJA di Pangandaran: Ketua HNSI Kritik Pernyataan Wakil Dekan Unpad, Soroti Dampak Ekologis

Pangandaran, global aktual – Polemik pengelolaan benih bening lobster (BBL) dan rencana penambahan keramba jaring apung (KJA) di Pantai Timur Pangandaran semakin memanas.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran, Jeje Wiradinata, mengkritik keras pernyataan Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad), Rita Rostika, yang menyebut BBL sebaiknya ditangkap dan dibudidayakan agar tidak mati sia-sia dimakan ikan besar.

Jeje menilai pandangan tersebut tidak selaras dengan prinsip ekologi laut. “Masa BBL akan mati sia-sia dimakan ikan besar? Itu kan bagian dari siklus atau mata rantai makanan ekosistem laut,” ujarnya Jeje, Kamis (7/8/2025).

Pria yang mengaku memiliki latar belakang akademik perikanan laut ini menegaskan bahwa rantai makanan di laut adalah mekanisme alami transfer energi antarorganisme. “Siklus itu dimulai dari produsen seperti fitoplankton, lalu dimakan konsumen primer (zooplankton), kemudian dimangsa ikan kecil, hingga akhirnya dimakan predator besar seperti hiu atau paus,” jelasnya.

Menurut Jeje, pernyataan akademisi yang tidak sesuai kaidah ilmiah dapat berdampak buruk pada persepsi publik. “Makanya Bu Susi (Susi Pudjiastuti) langsung meninggalkan ruangan, karena yang disampaikan sulit dimengerti secara ilmiah dan berpotensi menyesatkan pemahaman masyarakat,” tambahnya.

Kontroversi ini bermula dari rencana PT Pasifik Bumi Samudra (PBS) menambah jumlah KJA di kawasan Pantai Timur Pangandaran. Perusahaan tersebut telah mengantongi izin resmi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun rencana itu menuai penolakan dari berbagai pihak, termasuk Forum Bela Pariwisata Pangandaran.

Sejumlah pihak khawatir penambahan KJA akan mempengaruhi kualitas lingkungan laut, mengganggu habitat biota, dan merugikan nelayan tradisional. Penolakan ini memuncak dengan aksi unjuk rasa beberapa pekan lalu di Pangandaran.

Jeje Wiradinata menilai penangkapan BBL dalam jumlah besar, meski untuk budidaya, dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Di sisi lain, pemerintah pusat melalui KKP berdalih bahwa izin penambahan KJA sudah melewati kajian teknis dan analisis dampak lingkungan (AMDAL).

Namun, sejumlah pemerhati lingkungan meragukan transparansi proses tersebut. “Kajian AMDAL harus dibuka ke publik agar masyarakat bisa menilai apakah KJA memang layak ditambah di perairan yang sensitif seperti Pangandaran,” katanya.

BBL merupakan komoditas bernilai ekonomi tinggi karena banyak diminati pasar ekspor. Harga yang menggiurkan memicu praktik penangkapan besar-besaran, yang sering kali bertentangan dengan kebijakan perlindungan sumber daya laut.

Menurut Jeje, membiarkan BBL hidup di alam adalah bagian penting dari regenerasi populasi lobster. “Kalau semua BBL ditangkap, lama-lama stok lobster dewasa di laut akan menurun drastis. Ini akan merugikan nelayan di masa depan,” tegasnya.

Hingga kini, polemik BBL dan KJA di Pangandaran belum menemukan titik temu. Pemerintah daerah berada di posisi sulit karena harus menyeimbangkan kepentingan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan aspirasi masyarakat nelayan.

Di tengah perdebatan, nelayan tradisional mendesak agar kebijakan kelautan tidak hanya menguntungkan korporasi, tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem dan nasib para pencari nafkah di laut.  (Hrs)

Please follow and like us:

One thought on “Polemik BBL dan KJA di Pangandaran: Ketua HNSI Kritik Pernyataan Wakil Dekan Unpad, Soroti Dampak Ekologis

  • Tugio

    Kami sebagai masyarakat pangandaran dan yang ingin memahami tentang kebijakan pemerintah pangandaran hususnya terkait soal BBL yaang sekarang ini jadi mata pencaharian para nelayan yang serius dan evektip sekalipun pemerintah pangandaran melarang namun para nelayan tetap aktip karena hanya itu aktivitas nelayan pangandaran saat ini dan menurut saya pemerintah itu tidak harus memonopoli para nelayan dan melarang tentang penangkapan hasil laut karena se ingat saya di laut itu tidak akan habis sampai manusia nya habis umurnya saya sekarang sudah 53 tahun dan di laut tetap aja banyak maka dari itu saya hanya ingin pemerintah mendukung karena inkam daerah yaang sampe sekarang hanya di buang2 jutaan ekor sudah sampe saat ini apakah tidak sayang

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Enjoy this blog? Please spread the word :)